About Us

Rabu, 05 Oktober 2011

Tipikal Pelatih Modern, Dapat Mental Juara dari Satria Muda


 

Risdianto Roeslan, Sukses Berikan Dua Gelar bagi CLS Knights Tahun Ini

Awalnya tak banyak yang mengenal pelatih CLS Knights Surabaya Risdianto Roeslan di kancah level tertinggi basket nasional. Namun, berkat kesuksesan mempersembahkan dua gelar tahun ini, nama pelatih kelahiran Kediri tersebut langsung melesat. (AINUR ROHMAN, Malang)

SAAT Risdianto Roeslan mengambil tampuk pelatih kepala dari pelatih Wan Amran, banyak pihak yang meragukan kemampuannya. Banyak faktor yang melandasi. Salah satu di antaranya, jam terbang Risdi –sapaan karib Risdianto– yang amat minim.

Namun, meraih dua gelar dalam setahun menghapus kesangsian orang kepada pelatih kelahiran 8 November 1971 itu. Risdi mempersembahkan trofi pertama bagi CLS pada ajang World Challenge 2011 di Surabaya Mei lalu. Kemudian, bapak dua anak itu mengantarkan CLS menjadi juara Flexi NBL Indonesia Preseason Tournament 2011. Dua gelar itu merupakan raihan profesional pertama CLS setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Melatih CLS Knights Surabaya merupakan pengalaman pertama pria kelahiran Kediri tersebut menjadi head coach. Tidak tanggung-tanggung, dia langsung menukangi tim yang sukses besar di NBL Indonesia musim lalu itu.

Apalagi, dia menggantikan pelatih yang punya nama besar di Indonesia, Wan Amran. Lewat tangan dingin Amran, yang sekarang pindah ke Garuda Flexi Bandung, CLS mampu mencatat sejarah. Yakni, dua kali menjadi runnerup pada ajang NBL Indonesia Preseason Tournament 2010 dan Championship Series NBL Indonesia. Dalam dua partai puncak itu, CLS dua kali dikandaskan Satria Muda (SM) Britama Jakarta.

Risdi sendiri baru bergabung dengan CLS Knights tengah musim lalu. Saat itu dia menjadi asisten Amran bersama Erwin Triono.

’’Wah, saya selama ini hanya pelatih kampusan,’’ kata Risdi merendah saat ditemui setelah CLS mengalahkan Aspac Jakarta pada Minggu lalu (2/10). Risdi selama ini kondang menjadi pelatih Universitas Gadjah Mada (UGM) di ajang Liga Bola Basket Mahasiswa Nasional (Libamanas). Dia membesut tim tersebut sejak 1997.

’’Mungkin sampai seumur hidup. Sampai sekarang, kalau ke Jogja, saya juga masih disuruh melatih,’’ ujar Risdi, lantas tertawa lebar.

Namun, pengalaman besar dia peroleh saat menjadi asisten pelatih Satria Muda (SM) Britama Jakarta Fictor Gideon Roring medio 2004 hingga 2008. Dia ikut andil membantu SM menjadi juara IBL tiga kali, yakni 2004, 2007, dan 2008. Di tim sesukses SM itulah, Risdi mendapat mentalitas juara. Saat ini dia berusaha menyuntikkan semangat pemenang itu kepada Agustinus Indrajaya dkk.

’’Saya berusaha menularkan apa yang saya peroleh kepada anak-anak,’’ ujarnya.
Pada musim reguler mendatang, tugas berat menanti Risdi. Sebab, tim-tim pesaing tentu akan berbenah. Apalagi, bintang yang absen di turnamen pramusim karena ikut pemusatan latihan nasional (pelatnas) Proyeksi SEA Games XXVI akan turun.

’’Yang pasti akan seru. Kami juga akan mengevaluasi kekurangan tim ini. Terutama kualitas defense dan mentalitas pemain,’’ tegasnya.

Sementara itu, para pemain juga nyaman atas metode kepelatihan yang diterapkan Risdi. Shooting guard Sandy Febiansyakh menyebut gaya kepelatihan Risdi sangat modern. Suami Diah Deasy Harlina itu, sebut Sandy, juga merupakan pribadi yang terbuka kepada pemain.
’’Latihannya simpel basket banget. Soal latihan, Cak Risdi lebih nyantai. Dia tipe pelatih yang suka mengajar dengan teori panjang dan sangat detail. Sebab, dia tidak mau terjadi kesalahan yang berulang. Di lapangan dia tidak banyak marah. Dia banyak memberikan motivasi agar kami bisa lebih nyaman bermain,’’ ucap Keceng –panggilan Sandy. (*/c4/diq)

Source by Jawa Pos Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar