Di Balik Gelar Juara CLS Knights Surabaya
Sejarah besar bagi CLS
Knights Surabaya. Gelar
Flexi National Basketball
League (NBL) Indonesia
Preseason Tournament 2011
merupakan raihan pertama
di kasta tertinggi basket
nasional. Banyak cerita
menarik di baliknya. (AINUR ROHMAN, Malang)
SAAT buzzer berbunyi, tanda pertandingan
usai, pemain CLS Knights Surabaya berhamburan. Mereka berteriak,
berpelukan, dan bersorak kegirangan.
Kemenangan atas Aspac Jakarta di final
Flexi National Basketball League (NBL)
Indonesia Preseason Tournament 2011
membuat pemain, pelatih, dan ofisial
seakan lupa daratan.
Managing Partner CLS Knights
Christopher Tanuwidjaya mungkin
adalah orang yang paling gembira. Dia
tertawa lebar saat pemain mengangkatnya
tinggi-tinggi, bahkan sambil digerojok
air minum kemasan.
Gelar tersebut tentu sangat berarti.
Sebab, tahun ini performa CLS sedang
bagus-bagusnya. Sebelumnya, pada
Mei lalu, mereka menjuarai World Challenge 2011 di Surabaya. Itulah
gelar profesional pertama bagi CLS dalam
setidaknya 20 tahun terakhir.
Sebelumnya, pada level tertinggi basket
nasional, CLS dianggap bukan siapa-siapa.
Bahkan, pada kompetisi sebelumnya,
Indonesia Basketball League
(IBL) 2007, CLS menempati peringkat
ke sembilan dengan sepuluh peserta
liga. Baru setelah manajemen baru
masuk dan membawa perubahan fundamental, prestasi CLS terkerek. Mereka
menjadi langganan final four.
Pada tahun lalu, saat musim perdana NBL Indonesia diputar, CLS langsung
tancap gas. Mereka nyaris juara dengan
menjadi finalis preseason tournament
dan championship series. Agustinus
Indrajaya dkk dua kali kandas oleh
Satria Muda (SM) Britama Jakarta.
’’Tahun lalu, pialanya kurang bagus.
Tetapi, saya lihat tahun ini desainnya
bagus. Karena itu, kami mati-matian memperebutkannya,’’
kata Christopher di ruang
ganti pemain lantas tertawa lebar.
’’Mungkin ini gara-gara mertua saya,
Sunarto Humardani, meminjami sepatu
dan jas sehingga CLS bisa menang,’’
lanjutnya sambil tertawa.
Christopher pantas gembira. Skuad
CLS menunjukkan kekuatan mental
yang besar untuk merebut gelar. Banyak
faktor yang membuat tim kebanggaan
Surabaya itu bersinar.
Salah satunya adalah rasa kekeluargaan
yang ditunjukkan pemain beserta pacar
dan istri mereka. Pada final kemarin,
pacar Dimaz Muharri, Tony Agus, Agustinus
Indrajaya, dan Wijaya Saputra berkumpul
di arena untuk melihat perjuangan
pasangan mereka. Ada pula istri Rachmad
Febri Utomo dan Andrie Ekayana.
Istri Christopher, Sherly Humardani,
mengatakan, dampak kehadiran pacar
dan istri pemain sangat besar dalam
kemenangan CLS ini. ’’Di belakang suami
yang hebat, tentu ada istri yang hebat juga.
Kami sering berkumpul bersama untuk
memberikan dukungan,’’ terang mantan
pemain basket nasional putri tersebut.
Hampir tiap hari, dalam turnamen
ini, Sherly tak pernah putus menonton
laga-laga CLS.
Pelatih Risdianto Roeslan mengatakan,
kemenangan itu menjadi modal yang
sangat berharga menjelang seri reguler
mendatang. Pria kelahiran Kediri, 8
November 1971, tersebut mantap bahwa
CLS akan bisa berbicara banyak.
’’Kami akan terus lakukan evaluasi
agar terus mendapatkan yang terbaik,’’
tegasnya.
’’Sekarang mungkin yang bisa mengalahkan
CLS hanya CLS sendiri,’’
timpal Christopher.
Risdi –sapaan karib Risdianto Roeslan–
memang sempat diragukan. Sebab,
dia menggantikan pelatih sebelumnya,
Wan Amran, yang sukses membangun
tim. (*/c8/diq)
Source : Jawa Pos Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar